Cari Blog Ini

10.09.2010

Salahkah Mengajari Anak Membaca Sejak Dini?

Coba kita perhatikan gambar di atas. Sangat menarik bukan? Seorang bayi sedang asyik dengan sebuah buku bergambar. Tidak perlu disuruh, tidak perlu dipaksa, apalagi dimarahi. Seorang anak akan terbiasa membaca jika sejak kecil ia sudah tidak asing lagi dengan buku.

Saya teringat saat dosen saya yang masih mempunyai anak kecil bilang, "Anak kecil itu tidak boleh diajari membaca. Kasihan, dunianya kan masih dunia bermain". Kemudian dosen lain yang membenarkan meng-iya-kan dengan penuh kepastian. Saya yang saat itu sedang duduk di dekat mereka langsung saja membantah, "Nggak begitu bu, justru anak kecil itu masih dalam masa-masa golden age, jadi perlu dimaksimalkan". "Tapi kan mereka masih terlalu kecil, 5 tahun pertama itu masih masa-masa bermain, jangan terlalu dipaksakan untuk belajar membaca. Nanti itu ada waktunya sendiri." Begitu jawaban dosen saya. Namun, walaupun saya belum pengalaman punya anak, saya tidak menyerah. Saya share pengalaman yang saya punya saat saya mengajari keponakan saya. Karena melihat saya merasa yakin, akhirnya mereka mendengarkan cerita saya. Alhamdulillaah.

Begini, sebenarnya kata bermain itu mempunyai arti yang sangat luas, dan tidak bisa diidentikkan dengan mainan atau benda yang terlihat menyenangkan saja. Saat itu saya mengajari keponakan saya ketika usianya sekitar 2 tahun, dan sebelum itu dia pun sudah sangat senang membolak-balik halaman buku. Ketika saya membaca, dia selalu berusaha merebut, walaupun saat itu dia belum bisa duduk. Coba bayangkan, umur berapakah dia saat itu?? Bahkan duduk sendiri saja masih belum mampu. Tapi apakah itu artinya saya tidak bisa membahagiakannya karena saya tidak memberikan mainan?? Apa sebenarnya arti dari kata "mainan" itu sendiri?? Apakah harus berupa boneka?? Robot?? Atau sejenisnya?? Bukankah anak kecil tidak akan memilih-milih mana yang termasuk mainan untuknya dan mana yang bukan? Yang ia anggap mainan adalah yang membuatnya senang. Titik. Dan ketika ia senang dengan buku, berarti itu adalah mainan untuknya.

Ketika usianya bertambah, dan ia sudah mulai bisa duduk sendiri, alat tulis (spidol) sudah menjadi mainan akrabnya. Saya tidak perlu memaksanya untuk belajar menulis, hanya memberi spidol dan buku saja. Dengan sendirinya ia akan memegang spidol tersebut dan berusaha membuat coretan di atasnya. Sungguh menyenangkan. Namun demikian, sesekali saya memberi contoh bagaimana seharusnya memegang spidol itu, dan membenarkannya ketika ia merasa kesulitan. Hal yang paling penting, biarkan saja dan jangan dipaksa anak untuk mengikuti kemauan kita. Dia kan punya dunianya sendiri, otaknya yang masih suci itu sedang mengembara bersama spidol yang dipegangnya. Jangan mengganggu pengembaraanya, agar pengalamannya tidak tersendat di tengah jalan.

Untuk mengajari membaca pun, kita tidak perlu membeli buku-buku yang harganya mahal. Cukup dari bekas kardus susu saja. Bisa digunting-gunting dan dijadikan kartu bermain. Kartu tersebut ukurannya juga bervariasi, disesuaikan dengan usianya dan juga apa yang hendak kita ajarkan. Biasanya saya membuat sebesar kartu remi untuk mengajarkan huruf, baik huruf hijaiyyah mapun huruf abjad. Biarkan si anak membolak-balik kartunya, nanti kalau anak sudah terlihat siap diajari, ya mulailah diajari membacanya. Jangan lupa juga untuk menyanyi karena rata-rata anak kecil suka menyanyi. Jadi, metode menyanyi hampir bisa dipraktekkan pada pembelajaran anak usia dini. Jangan lupa untuk membuat atau menyiapkan tempat untuk kartu yang telah kita buat. Biasakan anak melihat kita merapikan mainannya, nanti pada akhirnya dia akan melakukannya sendiri tanpa disuruh.

Jika dia sudah bisa mengenali huruf-huruf itu dengan baik, mulailah membuat kartu yang bertuliskan kosa kata. Sedangkan untuk huruf hijaiyyah, mulailah untuk menuliskan huruf dengan harokat yang berbeda. InsyaAllah, anak kecil akan senang sekali dengan mainan murah yang penuh manfaat itu. Oya, dalam mengajari anak, TPR (Total Phicycal Response) itu sangat diperlukan. Yang perlu dikembangkan pada diri anak bukan hanya otaknya saja, namun juga segi afektif dan psikomotorik juga. Jadi, mengajari anak sambil jalan-jalan pagi, sambil bermain di taman, atau sejenisnya adalah sangat penting.

Alhamdulillaah, saat usia 3 tahun keponakan saya sudah bisa membaca, mengaji dan menulis. Dan yang perlu diingat, saya tidak pernah memaksanya untuk melakukan hal itu, hanya membiasakannya bermain dengan alat tulis saja. Saya pikir mainan jenis ini jauh lebih murah dibandingkan boneka atau mobil-mobilan. Bukan berarti kita tidak perlu membelikannya lho.... Tapi nanti anda akan lihat sendiri, mainan manakah yang lebih ia suka?? Buku ataukah boneka dan sejenisnya??

Oya, di saat usianya baru 3 tahun, ia juga sudah mulai bisa menulis buku harian. Apakah saya mengajarinya?? Tentu saja tidak, bahkan saya hampir tidak pernah menulis buku harian. Lucu juga kalau saya ingat saat itu, karena sebenarnya saya tidak menyadari kalau dia itu telah menulis buku harian. Dia menulisnya mulai dari halaman (cover) buku depan, bagian dalam, dan dia menulisnya tanpa spasi sama sekali. Tulisannya sangat panjang dan hanya terlihat seperti anak yang sedang menulis huruf yang ditulis berjejer-jejer. Namun ketika saya baca, subhanallaah, itu adalah perasaan dia. 

Coba perhatikan deretan huruf berikut:
TADIDISEKOLAHAKUMAINSEBELSOALNYAAKUNGGAKBOLEHPINJEMMAINANDILANTAPIMASAHMADTERUSNEMENINAKUAKUDUDUKSAMABUGURURINIAKUDIKASIHPERMEN

Baiklah, tulisan itu harus dibaca dengan teliti agar kita bisa mengetahui maknanya dengan pasti. Tapi saya senang sekali walaupun tulisannya seperti itu. Terus terang, saya sering juga memegang buku itu, tapi tidak sadar kalau di buku itu terdapat suara hatinya, perasaan yang dituangkan dalam tulisan. Siapa yang mengira kalau anak plygroup sudah bisa menulis diary? Tapi saya yakin, sebenarnya banyak juga para ibu yang sudah berpengalaman mendidik putra-putrinya dengan cara yang jauh lebih baik.

Point yang ingin saya tekankan disini adalah, jangan pernah menganggap anak itu belum pantas untuk memulai belajar. Kata "belajar" jangan dijadikan momok untuk putra-putri kita karena sebenarnya setiap langkah dalam hidup kita adalah proses belajar. Mulai dari buaian hingga liang lahat.



2 komentar:

  1. bagus banget...suka deh
    eh, apakah mba muf jg mempraktekan pada ponakan yg lain? klo iya hasilnya sama gak?
    apa semuanya jg bisa membaca di usia 3 th?

    BalasHapus
  2. Iya, tapi masing-masing anak kan punya bakat dan kemampuan yang berbeda. Muali pertama praktek, umur 3 tahun udah mulai bisa, walaupun belum lancar. Praktek yang kedua, usia 3 tahun udah bisa lancar. Alhamdulillaah.

    Wah, mbak Lin bisa praktekin itu, nggak usah ponakan, langsung yayang sendiri :)

    BalasHapus