Cari Blog Ini

11.27.2010

1000 persons embrace islam in one day what they find in ISLAM

David embraces Islam, family reaction

Proving 9/11 wasn't done by Muslims

What Scientists Said About Quran !!!A MUST SEE 4 EVERYONE!!!

Science students in america convert to islam

"Pseudo gangster"cries when listening to Quran - A German Convert to Islam

" THE QURAN (KORAN) convinced me!" - German/Russian CONVERT TO ISLAM

WE chose ISLAM ! - Famous Converts to ISLAM -

Islam - Yusuf Islam / Cat Stevens 1/6 - Imagine

CNN - Muslim converts after 911

TV Report: 40,000 Hispanics in America converted to ISLAM after 9/11

NBC NEWS 20.000 Americans convert to Islam each Year

Hamza young american convert to islam crying when performing hajj

Beautiful Recitation, People Crying - Must See - will surely shed your t...

2 year old Muslim Girl answers Questions on Islam



Subhaanallaah..............
Semoga kita bisa mendidik anak-anak kita sehingga mampu mengenal hidup ini secara keseluruhan
Tau dan paham akan ke-Esa-an Allah

11.26.2010

Do'a Nenek Obama di Mekkah


Presiden Obama bersama sang nenek tercinta
TEMPO Interaktif (Jum'at, 26 November 2010 | 10:32 WIB), Riyad - Nenek Presiden Amerika Serikat Barack Obama dari ayahnya, Hajah Omar melaksanakan ibadah haji tahun ini. Dia berangkat dari Kenya bersama lima anggota keluarganya. Di tanah suci dia memanjatkan doa agar Obama memeluk Islam.

"Saya berdoa untuk cucuku Barack, agar dia memeluk Islam," ujar Hajah Sarah Omar, 88 tahun, ketika diwawancarai oleh koran Al-Watan di Jedah usai menjalankan rukun haji, Kamis (25/11).

Koran tersebut dalam laporannya mewartakan, Hajah Omar berada di Arab Saudi untuk menjalankan ibadah haji bersama paman Obama yaitu Saeed Hussein Obama dan empat cucunya. Mereka menjadi tamu Pelayan Dua Masjid Suci Raja Abdullah.Dalam pernyataanya kepada koran tersebut Hajah Omar mengatakan bahwa dirinya hanya bisa berbicara soal ritual ibadah haji dan tak dapat berkomentar masalah politik yang dilakukan Obama."Saya sangat takjub dan teringat kembali apa yang diceritakan oleh guru saya saat di sekolah dasar. Dia dulu pernah bercerita soal Mekah dan Madina ketika saya masih bocah," kata Hajah Omar yang berasal dari Desa Koglilu, Kenya barat.

Ketika ditanya soal kemungkinan Obama menjadi presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya, Hajah yang ditemani Saeed Obama dan cucu-cucunya menjawab, "Hanya Allah yang tahu, masa depan tidak ada yang tahu."Selain berdoa untuk Presiden Obama, Hajah juga memanjatkan keinginan agar Pelayan Dua Masjid Suci Raja Abdullah segera sembuh dari penyakitnya.Kehadiran Hajah bersama putra dan cucu-cucunya di Arab Saudi mendapat sambutan luar biasa dari Kerajaan. Pangeran Mamdouh menjadi tuan rumah langsung dalam jamuan makan malam bagi mereka d Istananya di Jedah, Rabu (24/11).

Faisal Ambuya, salah satu sepupu Obama, mengatakan "Nenek saya sangat berminat mendoakan umat nonMuslim menjadi Muslim dan saya belajar tentang Islam dari beliau.""Saat saya kembali ke kampung, saya akan sampaikan kepada warga desa tentang kekuatan Islam," ujarnya.Paman Obama mengaku terus terang bahwa dirinya tak pernah berpikir sanggup menunaikan ibadah haji tahun ini. "Saya sangat bersyukur, sebab saya dapat melaksakan ibadah haji. Alhamdulillah, saya panjatkan kepada Allah dan terima kasih untuk Raja Abdullah yang bersedia menyambut kami."

Touching True Story Of One Eyed Mother and Son



Ibu adalah sosok yang selalu ada dalam hidup setiap insan.
Sehebat apapun mereka, sekaya apapun mereka, mereka juga lahir dari rahim "ibu".
Namun demikian, dunia yang penuh dengan gemerlap duniawi ini sering membuat mereka lalai,
bahwa sesungguhnya mereka tak kan tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu.
Tak sedikit orang yang malu mengakui ibu sebagai ibu mereka.
Tak sedikit dari mereka yang tak mengasihi dan menyayangi ibu mereka.
Padahal......
sewaktu kecil, kita hampir tak pernah ditinggalkan oleh ibu kita,
terlebih lagi ketika kita sakit,
siang dan malam ibu akan menjaga kita,
rasa kantuk dan capek tidak dihiraukan lagi,
semua hanya untuk kita.
Tapi...........
apa balasan kita?
sudahkah kita membuat beliau bahagia?
sudahkah kita menyayangi ibu kita dengan setulus hati kita?
Mari.........
mari kita tanya kepada hati kita masing-masing,
apakah kita sudah menjalankan kewajiban kita sebagai seorang anak?
sudahkah ibu kita mendapatkan hak sebagai seorang ibu?
Memang benar bahwa........................
ibu tidak akan pernah menuntut,
ibu tak akan pernah meminta,
bahkan..............
jika memang terpaksa,
ibu menggunakan kata yang paling halus, "meminjam"
Namun.............................
sadarkah kita?
bahwa ibu berhak atas harta dari keringat kita,
bahwa tak akan pernah ada istilah "pinjam-meminjam" yang diucapkan oleh seorang ibu kepada anaknya,
Jika hal itu terjadi, jelaslah bahwa kita bukan anak yang baik,
kita jauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim,
kita jauh dari menyayangi ibu kita.

nau'uudzubillaah min dzaalik
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita,
menuju ridhoNYA dan surgaNYA.

Amiin.

HEART TOUCHING STORY - Shaykh Mahmoud 'Al-'Ammar' Al-Masry - Do You Dese...



Semoga kita selalu ingat akan kebesaran Allah.
Hanya kepadaNYA kita bergantung.
Hanya kepadaNYA kita kembali.
Tak akan terjadi sesuatu sekecil apapun tanpa ijinNYA.
Jika DIA berkata "kun!", maka tak akan ada yang bisa menghalangi terjadinya sesuatu itu.
Jauhkan diri kita dari sifat takabur, riya, sum'ah dan segala penyakit hati lainnya.
Ingatlah bahwa semua adalah milikNYA.
Semua tak ada yang abadi kecuali yang ada di sisiNYA.
Semoga kita bisa bertemu di surgaNYA yang penuh rahmah.
Semoga DIA selalu menjaga kita dari hal-hal yang dapat membuat kita jauh dariNYA.
Marilah kita senantiasa memperingatkan agar tak berjalan serong.
Marilah kita bersatu untuk meraih ridhoNYA.
Sedini mungkin,
mari kita kembali ke jalanNYA.

11.11.2010

Selalu Ada Kemudahan Setelah Kesulitan

SURAH AL-INSYIRAH

“KELAPANGAN”

بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Surah ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana pun juga, surah ini ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?

Syaraha berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.

Shadara berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin 'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.

Syarh (uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan, penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar penyaksian langsung.

Meskipun ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang. Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan kepadanya.

وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ

2. Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu,

Wazara, akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung (suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri, wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah beban lagi kepada diri kita.

الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ

3. Yang telah memberatkan unggungmu?

Lagi-lagi ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita. Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah), jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka berbagai kesulitan akan menimpa kita.

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ

4. Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?

Ini berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.

Ketika Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

5. Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

6. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.

Dua ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni 'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat kesempumaan di dalamnya.

Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk mengetahui bahwa kita berhubungan.

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ

7. Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!

Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

8. Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata!

Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri.[]


11.04.2010

Menyikapi Tahun yang Penuh Gempa Bumi dan Bencana

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz Bin Baz

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam tetap terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, shahabat-shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma ba’du:

Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui dengan semua perkara yang telah Allah tetapkan dan takdirkan. Sebagaimana pula Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui dengan semua apa-apa yang telah Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya dan apa-apa yang telah Allah perintahkan kapada mereka.

Dan Allah menciptakan segala sesuatu yang Allah kehendaki dari tanda-tanda kekuasaannya (di antaranya dengan terjadinya genpa bumi dan bencana yang lainnya). Allah mentakdirkan terjadinya gempa bumi dan bencana yang lainnya dalam rangka untuk menakuti hamba-hamba- Nya, dan dalam rangka memperingatkan mereka atas apa-apa yang telah Allah wajibkan kepada mereka dari hak-hak Allah (yang kebanyakan mereka tidak menunaikannya), dan dalam rangka memperingatkan mereka dari perbuatan syirik kepada Allah (yang banyak mereka lakukan) dan sebagai peringatan dari perbuatan menyelisihi perintahnya.
Demikian pula Allah takdirkan terjadinya gempa bumi dan berbagai macam musibah/bencana yang lainnya dalam rangka memperingatkan hamba-hamba-Nya karena mereka terus menerus menjalankan hal-hal yang dilarang Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya):

Dan tidaklah kami mengirimkan tanda-tanda itu kecuali dalam rangka untuk menakuti(Al- Isra: 60)

Dan firman Allah (yang artinya):

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami dari segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an adalah haq. Dan apakah Rabb mu tidak cukup bagi kamu, bahwasanya Dia menyaksikan segala sesuatu ?(Q.S. Fushilat: 53).

Dan firman Allah Ta’ala (artinya):

Katakanlah Dialah (Allah) yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian, atau dari bawah kaki-kaki kalian, atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan dan merasakan kepada sebagian kalian kekuatan/ keganasan sebagian yang lain(QS. Al An’am: 65)

Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Jabir bin ‘Abdillah dari Nabi bahwasanya beliau telah berkata, ketika turun firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Katakanlah: Dialah (Allah) yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian. Berkata Rosulullah (artinya): (ya Allah) aku berlindung dengan wajah Engkau.

Abu Syaikh Al Ashbahany telah meriwatkan dari mujahid tentang tafsir ayat ini (artinya): “Katakanlah: Dialah (Allah) yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian dari atas kalian: “Berkata mujahid (dikirimkan kepada kalian suara yang mengguntur/menggelegar, batu- batu dan angin.” Atau adzab dari bawah kaki-kaki kalian: “Berkata Mujahid: (terjadinya) gempa bumi dan musibah tenggelam.

Dan merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi, bahwasanya semua yang diakibatkan dari terjadinya gempa-gempa bumi pada hari-hari terakhir ini di berbagai/banyak tempat/penjuru, itu merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang dengan tanda-tanda tersebut Allah menakuti hamba-hambaNya.
Dan semua yang terjadi sebagai akibat dari terjadinya gempa-gempa bumi atau bencana yang lainnya, yang semua itu mengakibatlan kemudhorotan bagi hamba-hamba Allah dan menyebabkan berbagai macam kemelaratan, kasakitan, kematian, penderitaan bagi mereka, semua itu terjadi karena disebabkan perbuatan syirik dan maksiat yang mereka lakukan.

Hal ini sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan (artinya):

Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka itu karena disebabkan perbuatan tangan- tangan kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)(QS. Asy Syura: 30).

Dan firman Allah (artinya):

Kebaikan/nikmat apa saja yang kamu peroleh, maka itu semua datangnya dari Allah. Dan kejelekan/musibah apa saja yang menimpamu, maka itu semua dari (kesalahan/dosa) dirimu sendiri(QS. An Nisa: 79).

Dan firman Allah (artinya):

Maka masing-masing (mereka itu) Kami adzab karena disebabkan dosanya. Maka diantara mereka ada yang Kami timpakan hujan batu kepadanya, dan diantara mereka ada yang kami siksa deangan suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan kedalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah tidaklah sekali-kali hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri-diri mereka sendiri(QS. Al Ankabut: 40)

Maka merupakan kewajiban atas semua orang yang telah Allah bebankan syari’at (mukallaf) dari kalangan kaum muslimin, untuk segera bertaubat kepada Allah, dan berpegang teguh dengan agamanya. Dan wajib bagi mereka untuk memperingatkan/menjauhi/meninggalkan dari setiap yang dilarang oleh Allah berupa perbuatan syirik dan perbuatan maksiat. Sehingga dengan itu semua akan mendatangkan keselamatan dan keberuntungan bagi mereka dari berbagai macam keburukan/bencana di dunia dan akhirat.
Dan sehingga dengan sebab itu pula, Allah akan mengangkat/menghilangkan semua musibah dan bencana dari mereka, serta memberikan karunia kapada mereka dengan berbagai kebaikan/nikmat. Hal ini sebagai firman Allah (artinya):

kalau sekiranya penduduk suatu negeri itu mereka beriman dan bertakwa, kami pasti akan membukakan /melimpahkan kepada mereka barokah-barokah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka disebabakan perbuatan yang mereka lakukan.(QS. Al A’raf: 96).

Dan firman Allah (artinya):

Kalau sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan hukum taurat dan injil, dan menjalankan apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka dari Rabbnya, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki-kaki mereka.(QS. Al Maidah: 66).

Dan firman Allah (artinya):

Maka apakah penduduk suatu negeri itu merasa aman dari datangnya siksaan kami kepada mereka dimalam hari diwaktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk suatu negeri itu merasa aman dari datangnya siksaan kami kepada mereka di waktu dhuha yang ketika itu mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab/siksaan Allah (yang datangnya tidak terduga-duga)? Maka tidaklah ada yang merasa aman dari adzab/siksaan Allah kecuali orang-orang yang merugi.(QS. Al A’raf: 97-99)

Dan telah berkata Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim:

“Terkadang pada sebagian waktu Allah mengijinkan bagi bumi untuk “bernafas”. Maka terjadilah di atas muka bumi itu gempa yang dahsyat. Maka gempa tersebut menyebabkan terjadinya kekhawatiran dan ketakutan yang besar bagi hamba-hamba Allah, (sehingga mereka karena sebab terjadinya gempa tersebut) kembali ke jalan Allah, meninggalkan diri dari perbuatan maksiat, tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah, dan menyesal (atas semua dosa yang telah dilakukan).

Sebagaimana telah berkata sebagian salaf ketika bumi digoncangkan (terjadi gempa):
”Sesungguhnya Rabb kalian telah menggoncangkan kalian dengan goncangan yang keras.”
Dan telah berkata ‘Umar bin Khotthob ketika terjadi gempa di Madinah, maka beliau berkhutbah di hadapan manusia dan menasehati mereka.
(Selesai perkataan Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim Rahimahullah).
Maka merupakan kewajiban yang harus dilakukan ketika terjadinya gempa-gempa bumi dan bencana-bencana yang lainnya dari sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, juga ketika terjadi gerhana dan angin yang kuat untuk segera bertaubat kepada Allah, tunduk menyerahkan diri kepada Allah, dan meminta keselamatan padaNya.

Demikian pula dengan mamperbanyak dzikir kepada Allah dan memperbanyak istighfar kepadaNya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ketika terjadi gerhana:

Jika kalian melihat/mengalami yang demikian (gerhana gempa dan bencana yang lainnya), takutlah dan rendahkanlah diri-diri kalian kepada Allah dengan berdzikir kepadaNya, berdo’a dan beristighfar kepada-Nya”.

Dan disukai juga ketika terjadinya bencana untuk mengasihi orang-orang faqir dan orang-orang miskin serta bersedekah kepada mereka.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi (artinya):
Saling mengasihilah di antara kalian, niscaya kalian akan dikasihi. Orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Ar Rahman (Allah). Saling mengasihilah di antara kalian kepada orang-orang dimuka bumi ini, niscaya kalian akan dikasihi oleh yang ada di atas langit.” Dan sabda Nabi (artinya): ”Siapa yang tidak mengasihi/menyayangi, dia tidak akan dikasihi (oleh Allah).

Dan telah diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, bahwasanya beliau dahulu pernah menulis perintah kepada para pembantu-pembantunya ketika terjadinya gempa bumi agar mereka bersedekah.
Dan termasuk dari sebab-sebab yang bisa mendatangkan keamanan/ ketentraman dan keselamatan dari segala keburukan, yaitu bersegeranya pihak pemerintah untuk memperhatikan dan membantu orang-orang yang lemah, berpegang teguh dengan al haq, berhukum dengan apa-apa yang disyari’atkan Allah dan senantiasa menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya):

Orang-orang mu’min yang laki-laki dan perempuan sebagaimana mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan dengan perkara kebaikan dan melarang dari perbuatan yang munkar, mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat dan mereka mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. At Taubah: 71).

Dan firman Allah (yang artinya):

Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama) Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Yaitu orang-orang yang Kami teguhkan/ kokohkan kedudukan mereka di atas muka bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar. Dan hanya kepada Allahlah kembalinya segala perkara. (Q.S. Al Haj: 40-41).

Dan firman Allah (yang artinya):

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangkanya.(Q.S. Ath Thalaq: 2-3).

Dan banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan dengan makna ini.
Dan Nabi telah bersabda (yang artinya);

Barang siapa yang meringankan/menanggung hajat (kebutuhan) saudaranya, maka Allah akan menanggung kebutuhannya. (Muttafaqun alaihi)

Dan sabda beliau (yang artinya):

Barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang mu’min dari kesusahan-kesusahan dunia, Allah akan menghilangkan darinya kesusahan dari kesusahan- kesusahan pada hari kiamat.” Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada seorang yang sedang mengalami kesulitan, Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akherat. Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim didalam kitab shahihnya)

Hadits-hadits yang berkaitan dengan makna ini banyak sekali.
Dan Allahlah dzat tempat untuk meminta, agar Allah memperbaiki keadaaan kaum muslimin semuanya, memberikan karunia kepada mereka dengan kefaqihan dalam agama-Nya dan memberikan karunia kepada mereka pula dengan keistiqomahan di atas agama-Nya. Dan agar Allah memberikan karunia-Nya kepada kaum muslimin dengan taubat kepada-Nya dari segala perbuatan dosa-dosa dan agar Allah memperbaiki keadaan pemerintah kaum muslimin semua, menolong/menegakkan al haq dan menghancurkan kebatilan melalui mereka.

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada pemerintah kaum muslimin untuk berhukum dengan syari’at- syari’atnya kepada para hamba-Nya. Dan semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum muslimin dari gelapnya fitnah-fitnah dan penyimpangan-penyimpangan/tipu daya syaithon.
Sesungguhnya Allah Maha Penolong dari perkara yang demikian lagi maha berkuasa atasnya.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, para keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.

Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Asilah Al Muhimmah. Sumber: Buletin Dakwah Al Atsary, Semarang Edisi 15/1427H. http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/16/menyikapi-tahun-yang-penuh-gempa-bumi-dan-bencana/

Nasehat Ulama: Di Balik Musibah Gempa Bumi

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma ba’du:

Gempa Bumi, Di Antara Tanda Kekuasaan Allah[1]

Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua yang dilaksanakan dan ditetapkan. Sebagaimana juga Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua syari’at dan semua yang diperintahkan. Allah menciptakan berbagai tanda-tanda kekuasaan-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Dia pun menetapkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Dengan tanda-tanda tersebut, Allah mengingatkan kewajiban hamba-hamba-Nya, yang menjadi hak Allah ‘azza wa Jalla. Hal ini untuk mengingatkan para hamba dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا

“Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (Qs. Al-Israa: 59)
Allah Ta’ala juga berfirman,

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” (Qs. Fushilat: 53)
Allah Ta’ala pun berfirman,

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain.” (Qs. Al-An’am: 65)

Imam Bukhari meriwayatkan di dalam kitab shahihnya, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala turun firman Allah Ta’ala dalam surat Al An’am [قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ], beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a: “Aku berlindung dengan wajah-Mu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan (membaca) [أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ], beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a lagi, “Aku berlindung dengan wajah-Mu.” [2]

Diriwayatkan oleh Abu Syaikh Al Ash-bahani, dari Mujahid tentang tafsir surat Al An’am ayat 65 [قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ], beliau mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah halilintar, hujan batu dan angin topan. Sedangkan firman Allah [أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ], yang dimaksudkan adalah gempa dan tanah longsor.

Jelaslah, bahwa musibah-musibah yang terjadi pada masa-masa ini di berbagai tempat termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah guna menakut-nakuti para hamba-Nya.

Musibah Datang Dikarenakan Kesyirikan dan Maksiat yang Diperbuat
(Perlu diketahui), semua musibah yang terjadi di alam ini, berupa gempa dan musibah lainnya yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, itu semua disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat yang diperbuat. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30)
Allah Ta’ala juga berfirman,

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri.” (Qs. An-Nisaa: 79)
Allah Ta’ala menceritakan tentang umat-umat terdahulu,

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Ankabut: 40)

Kembali pada Allah Sebab Terlepas dari Musibah
Oleh karena itu, wajib bagi setiap kaum muslimin yang telah dibebani syari’at dan kaum muslimin lainnya, agar bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, konsisten di atas agama, serta menjauhi larangan Allah yaitu kesyirikan dan maksiat. Sehingga dengan demikian, mereka akan selamat dari seluruh bahaya di dunia maupun di akhirat. Allah pun akan menghindarkan dari mereka berbagai adzab, dan menganugrahkan kepada mereka berbagai kebaikan. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raaf: 96)
Allah Ta’ala pun mengatakan tentang Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani),

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (Qs. Al-Maidah: 66)
Allah Ta’ala berfirman,

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ, أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ, أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raaf: 97-99)

Perkataan Para Salaf Ketika Terjadi Gempa
Al ‘Allaamah Ibnul Qayyim –rahimahullah- mengatakan, “Pada sebagian waktu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan izin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Akhirnya, muncullah rasa takut yang mencekam pada hamba-hamba Allah. Ini semua sebagai peringatan agar mereka bersegera bertaubat, berhenti dari berbuat maksiat, tunduk kepada Allah dan menyesal atas dosa-dosa yang selama ini diperbuat. Sebagian salaf mengatakan ketika terjadi goncangan yang dahsyat, “Sesungguhnya Allah mencela kalian.” ‘Umar bin Khatthab -radhiyallahu ‘anhu-, pasca gemba di Madinah langsung menyampaikan khutbah dan wejangan. ‘Umar -radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Jika terjadi gempa lagi, janganlah kalian tinggal di kota ini.” Demikian yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim -rahimahullah-. Para salaf memiliki perkataan yang banyak mengenai kejadian semacam ini.

Bersegera Bertaubat dan Memohon Ampun pada Allah
Saat terjadi gempa atau bencana lain seperti gerhana, angin ribut dan banjir, hendaklah setiap orang bersegera bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, merendahkan diri kepada-Nya dan memohon keselamatan dari-Nya, memperbanyak dzikir dan istighfar (memohon ampunan pada Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana bersabda, “Jika kalian melihat gerhana, maka bersegeralah berdzikir kepada Allah, memperbanyak do’a dan bacaan istighfar.”[3]

Dianjurkan Memperbanyak Sedekah dan Menolong Fakir Miskin
Begitu pula ketika terjadi musibah semacam itu, dianjurkan untuk menyayangi fakir miskin dan memberi sedekah kepada mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ارْحَمُوا تُرْحَمُوا

“Sayangilah (saudara kalian), maka kalian akan disayangi.”[4]
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang yang menebar kasih sayang akan disayang oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang di muka bumi, kalian pasti akan disayangi oleh Allah yang berada di atas langit.”[5]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

“Orang yang tidak memiliki kasih sayang, pasti tidak akan disayang.”[6]

Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdul Aziz –rahimahullah- bahwasanya saat terjadi gempa, beliau menulis surat kepada pemerintahan daerah bawahannya agar memperbanyak shadaqah.

Yang Mesti Diperintahkan Pemimpin Kaum Muslimin kepada Rakyatnya
Di antara sebab terselamatkan dari berbagai kejelekan adalah hendakanya pemimpin kaum muslimin bersegera memerintahkan pada rakyat bawahannya agar berpegang teguh pada kebenaran, kembali berhukum dengan syari’at Allah, juga hendaklah mereka menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana.” (Qs. At-Taubah: 71)
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ, الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Qs. Al-Hajj : 40-41)
Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Qs. Ath-Thalaaq: 2-3)
Ayat-ayat semacam ini amatlah banyak.

Anjuran untuk Menolong Kaum Muslimin yang Tertimpa Musibah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

“Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah akan selalu menolongnya.”[7]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”[8]
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.

Hadits-hadits yang mendorong untuk menolong sesama amatlah banyak.
Hanya kepada Allah kita memohon agar memperbaiki kondisi kaum Musimin, memberikan pemahaman agama, menganugrahkan keistiqomahan dalam agama, dan segera bertaubat kepada Allah dari setiap dosa. Semoga Allah memperbaiki kondisi para penguasa kaum Muslimin. Semoga Allah menolong dalam memperjuangkan kebenaran dan menghinakan kebathilan melalui para penguasa tersebut. Semoga Allah membimbing para penguasa tadi untuk menerapkan syari’at Allah bagi para hamba-Nya. Semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum Muslimin dari berbagai cobaan dan jebakan setan. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk hal itu.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari pembalasan.
Mufti ‘Aam Kerajaan Saudi ArabiaKetua Hai-ah Kibaril ‘Ulama’, Penelitian Ilmiah dan Fatwa‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[9]
Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 9/148-152, Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah Li Samahah As Syaikh Ibnu Baz, Mawqi’ Al Ifta’ (http://alifta.net)
Panggang, 14 Syawwal 1430 H
***
Footnote:
[1] Yang mengalami tanda kurung semacam ini “[…]” di awal paragraf adalah tambahan judul dari penerjemah untuk memudahkan pembaca dalam memahami tulisan.
[2] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Tafsir Al Qur’an no. 4262 dan At Tirmidzi dalam Tafsir Al Qur’an no. 2991
[3] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Jumu’ah no. 999 dan Muslim dalam Al Kusuf no. 1518
[4] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya no. 6255.
[5] Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Al Birr wash Shilah no. 1847.
[6] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 5538 dan At Tirmidzi dalam Al Birr wash Shilah no. 1834.
[7] Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Mazholim dan Al Ghodhob no. 2262 dan Muslim no. 4677 dengan lafazh yang disepakati oleh keduanya.
[8] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Adz Dzikr, Ad Du’aa dan At Taubah no. 4867 dan At Tirmidzi dalam Al Birr wash Shilah no. 1853.
[9] Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz lahir pada tahun 1330 H di kota Riyadh. Dulunya beliau memiliki penglihatan. Kemudian beliau tertimpa penyakit pada matanya pada tahun 1346 H dan akhirnya lemahlah penglihatannya. Pada tahun 1350 H, beliau buta total. Beliau telah menghafalkan Al Qur’an sebelum baligh. Beliau sangat perhatian dengan hadits dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu tersebut. Beliau pernah menjabat sebagai Mufti ‘Aam Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia). Beliau meninggal dunia pada hari Kamis, 27/1/1420 H pada umur 89 tahun. (Sumber: http://alifta.net/Fatawa/MoftyDetails.aspx?ID=2)

11.02.2010

Khasiat Pepaya

oleh: Merry Wahyuningsih

Jakarta, Selama ini orang sudah tahu bahwa buah pepaya sangat baik untuk kesehatan. Tetapi kebanyakan orang mengenal yang bermanfaat dari pepaya adalah daging buah saja. Padahal kulit, daun dan biji pepaya juga bisa dimakan dan bergizi.

Pepaya telah lama dikenal untuk manfaat kesehatan. Pada tahun 1875, dokter Inggris TP Lucas, memulai sebuah rumah sakit di Brisbane, Australia, yang mengobati pasien dengan pepaya.

Pepaya mengandung papain (enzim hidrolase sistein protease) yang dapat membantu dalam pencernaan dengan memecah protein. Pepaya merupakan sumber serat yang baik, folat, vitamin A, karotenoid, lutein, lycopene dan asam amino esensial yang mempengaruhi fungsi sel yang tepat.

Selain itu, pepaya memiliki vitamin E empat kali lebih banyak, 33 persen vitamin C lebih banyak, 50 persen kalium lebih banyak dan kalori lebih sedikit daripada jeruk.

Bagian yang penting dari pepaya bukan hanya daging buahnya saja. Biji, kulit kayu, daun serta kulit buahnya juga mengandung unsur yang tidak hanya bergizi, tetapi memiliki sifat terapeutik (berkhasit untuk terapi).

Dilansir Livestrong, Selasa (2/11/2010), berikut manfaat dari kulit, daun dan biji pepaya:

Kulit pepaya
Sama seperti daging buahnya, kulit pepaya juga bisa dimakan. Kulit pepaya memiliki banyak manfaat nutrisi, tetapi hanya kulit pepaya yang tumbuh secara organik tanpa bahan kimia dan residu pestisida.

Masyarakat Papua Nugini tidak hanya makan kulit pepaya, namun menggunakan sifat penyembuhannya yang ampuh untuk mengobati ruam dan terbakar sinar matahari, serta untuk menghilangkan noda-noda hitam karena penuaan.

Daun pepaya
Daun mungkin merupakan bagian paling menguntungkan dari pepaya untuk penggunaan terapi. Ada bukti bahwa pepaya memiliki efek antikanker terhadap tumor, termasuk kanker payudara, leher rahim, hati, paru-paru dan pankreas.

Para peneliti di University of Florida menggunakan ekstrak daun pepaya kering untuk menemukan efek dramatis pepaya terhadap 10 jenis tumor. Penduduk asli di Australia juga telah berhasil menggunakan ekstrak daun pepaya untuk mengendalikan kanker tanpa toksisitas.

Biji pepaya
Selama berabad-abad, akar dan biji pepaya digunakan untuk membuat teh, yang berkhasiat untuk mengusir parasit, mengurangi perdarahan, kolik ginjal dan
penyakit kuning.

Sekitar 20 biji pepaya mengandung protein yang sangat mudah dicerna, bisa dikunyah atau ditelan untuk menghilangkan sebagian besar parasit.

Sebuah studi dari Nigeria dan diterbitkan dalam Journal of Medicinal Food menemukan bahwa biji pepaya kering adalah pengobatan yang efektif murah, alami dan banyak tersedia untuk parasit usus manusia tanpa efek samping yang signifikan.


Source: detik.com

10.26.2010

Sepuluh Tanda Kiamat

Daripada Huzaifah bin Asid Al-Ghifari ra. berkata:Datang kepada kami Rasulullah saw. dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bersabda: “Apa yang kamu perbincangkan?”. Kami menjawab: “Kami sedang berbincang tentang hari qiamat”.
Lalu Nabi saw. bersabda: “Tidak akan terjadi hari qiamat sehingga kamu melihat sebelumnya sepuluh macam tanda-tandanya”. Kemudian beliau menyebutkannya: “Asap, Dajjal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam alaihissalam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga kali gempa bumi, sekali di timur, sekali di barat dan yang ketiga di Semenanjung Arab yang akhir sekali adalah api yang keluar dari arah negeri Yaman yang akan menghalau manusia kepada Padang Mahsyar mereka”. _HR. Muslim_

Setelah kejadian yang besar pada hari Senin, 25 Oktober 2010 kemarin, tsunami di kawasan Mentawai, hari ini, Selasa, 26 Oktober 2010 Indonesia diuji lagi dengan meletusnya gunung Merapi di Jawa Tengah. Korban berjatuhan mulai dari bayi hingga kakek nenek. Korban sesak nafas terus bertambah, bahkan ada yang bayi bernama Ilham diprediksi meninggal karena gangguan pernafasan. Daerah Magelang diselimuti hujan abu, pasir dan kerikil. Para korban segera diungsikan ke tempat yang lebih aman. Namun demikian, sampai saat ini mbah Maridjan bersi keras tidak mau turun meski Sri Sultan yang memintanya.

Sebagai umat islam, mari kita do'akan para korban gempa, tsunami dan gunung meletus itu sabar dan tabah menghadapi semuanya. Dibalik itu, kita kita wajib berfikir ulang, apakah semua ini terjadi tanpa sebab musabab?? Kita tau, pasti ada. Tapi, apakah itu??

Dalam hadits di atas telah disebutkan bahwa salah satu tanda kiamat adalah terjadinya gempa di tiga tempat, yaitu di Timur, Barat dan di Semenanjung Arab. Kita tidak tau persis, apakah dua macam peristiwa alam (tsunami dan gunung meletus) itu merupakan salah satu tanda yang perlu kita waspadai. Namun, pasti atau tidaknya, yang jelas kita harus tetap berfikir. Mari sebagai umat Islam kita perbaiki amalan-amalan kita karena tak seorangpun tau kapan nyawa kita kan tetap berada dalam jasad. Tak seorang jua pun tau kapan kiamat itu akan terjadi, kapan malaikat Isrofil kan meniup sangkakalanya.



Difficulties in Listening

Why your students have problems with listening comprehension

by Alex Case

 Modern textbooks are awfully clever in the way they slip seamlessly from an interesting listening text into explanation and practice of a grammar point. It is hard to see how such a system could possibly be worse that just launching into a grammar point- until, that is, your students have listened three times and still haven't understood enough to answer the first question, let alone move onto the final language point. You can only imagine that none of the teachers who reviewed the textbook before publication had that problem, and indeed listening comprehension skills vary a lot from country to country and from person to person. The reasons why some people find listening in a foreign language difficult vary just as much, so eleven possible reasons why it might be so are given below, along with some ideas on how to tackle each point.

1.     They are trying to understand every word

Despite the fact that we can cope with missing whole chunks of speech having a conversation on a noisy street in our own language, many people don't seem to be able to transfer that skill easily to a second language. One method of tackling this is to show them how to identify the important words that they need to listen out for. In English this is shown in an easy-to-spot way by which words in the sentence are stressed (spoken louder and longer). Another is to give them one very easy task that you know they can do even if they don't get 90% of what is being said to build up their confidence, such as identifying the name of a famous person or spotting something that is mentioned many times.

2.     They get left behind trying to work out what a previous word meant

This is one aspect of the problem above that all people speaking a foreign language have experienced at one time or another. This often happens when you hear a word you half remember and find you have completely lost the thread of what was being said by the time you remember what it means, but can also happen with words you are trying to work out that sound similar to something in your language, words you are trying to work out from the context or words you have heard many times before and are trying to guess the meaning of once and for all. In individual listenings you can cut down on this problem with vocab pre-teach and by getting students to talk about the same topic first to bring the relevant vocabulary for that topic area nearer the front of their brain. You could also use a listening that is in shorter segments or use the pause button to give their brains a chance to catch up, but teaching them the skill of coping with the multiple demands of listening and working out what words mean is not so easy. One training method is to use a listening or two to get them to concentrate just on guessing words from context. Another is to load up the tasks even more by adding a logic puzzle or listening and writing task, so that just listening and trying to remember words seems like an easier option. Finally, spend a lot of time revising vocabulary and doing skills work where they come into contact with it and use it, and show students how to do the same in their own time, so that the amount of half remembered vocab is much less.

3.     They just don't know the most important words

Again, doing vocabulary pre-teaching before each listening as a short term solution and working on the skill of guessing vocab from context can help, but please make sure that you practice this with words that can actually be guessed from context (a weakness of many textbooks) and that you work on that with reading texts for a while to build up to the much more difficult skill of guessing vocab and listening at the same time. The other solution is simply to build up their vocabulary and teach them how they can do the same in their own time with vocabulary lists, graded readers, monolingual dictionary use etc.

4.     They don't recognise the words that they know

If you have a well-graded textbook for your class, this is probably a more common (and more tragic) problem than not knowing the vocabulary at all. Apart from just being too busy thinking about other things and missing a word, common reasons why students might not recognise a word include not distinguishing between different sounds in English (e.g. /l/ and /r/ in "led" and "red" for many Asians), or conversely trying to listen for differences that do not exist, e.g. not knowing words like "there", "their" and "they're" are homophones. Other reasons are problems with word stress, sentence stress, and sound changes when words are spoken together in natural speech such as weak forms. What all this boils down to is that sometimes pronunciation work is the most important part of listening comprehension skills building.

5.     They have problems with different accents

In a modern textbook, students have to not only deal with a variety of British, American and Australian accents, but might also have Indian or French thrown in. Whilst this is theoretically useful if or when they get a job in a multinational company, it might not be the additional challenge they need right now- especially if they studied exclusively American English at school. Possibilities for making a particular listening with a tricky accent easier include rerecording it with some other teachers before class, reading all or part of the tapescript out in your (hopefully more familiar and therefore easier) accent, and giving them a listening task where the written questions help out like gap fills. If it is an accent they particularly need to understand, e.g., if they are sorting out the outsourcing to India, you could actually spend part of a lesson on the characteristics of that accent. In order to build up their ability to deal with different accents in the longer term, the best way is just to get them listening to a lot of English, e.g. TV without dubbing or BBC World Service Radio. You might also want to think about concentrating your pronunciation work on sounds that they need to understand many different accents rather than one, and on concentrating on listenings with accents that are relevant for that particular group of students, e.g. the nationality of their head office.

6.     They lack listening stamina/ they get tired


This is again one that anyone who has lived in a foreign country knows well- you are doing fine with the conversation or movie until your brain seems to reach saturation point and from then on nothing goes in until you escape to the toilet for 10 minutes. The first thing you'll need to bear in mind is to build up the length of the texts you use (or the lengths between pauses) over the course in exactly the same way as you build up the difficulty of the texts and tasks. You can make the first time they listen to a longer text a success and therefore a confidence booster by doing it in a part of the lesson and part of the day when they are most alert, by not overloading their brains with new language beforehand, and by giving them a break or easy activity before they start. You can build up their stamina by also making the speaking tasks longer and longer during the term, and they can practice the same thing outside class by watching an English movie with subtitles and taking the subtitles off for longer and longer periods each time.

7.     They have a mental block

This could be not just a case of a student having struggled with badly graded listening texts in school, exams or self-study materials, but even of a whole national myth that people from their country find listening to English difficult. Whatever the reason, before you can build up their skills they need their confidence back. The easiest solution is just to use much easier texts, perhaps using them mainly as a prompt to discussion or grammar presentations to stop them feeling patronized. You can disguise other easy listening comprehension tasks as pronunciation work on linked speech etc. in the same way.

8.     They are distracted by background noise

Being able to cope with background noise is another skill that does not easily transfer from L1 and builds up along with students' listening and general language skills. As well as making sure the tape doesn't have lots of hiss or worse (e.g. by recording tape to tape at normal speed not double speed, by using the original or by adjusting the bass and treble) and choosing a recording with no street noise etc, you also need to cut down on noise inside and outside the classroom. Plan listenings for when you know it will be quiet outside, e.g. not at lunchtime or when the class next door is also doing a listening. Cut down on noise inside the classroom by doing the first task with books closed and pens down. Boost their confidence by letting them do the same listening on headphones and showing them how much easier it is. Finally, when they start to get used to it, give them an additional challenge by using a recording with background noise such as a cocktail party conversation.

9.     They can't cope with not having images

Young people nowadays, they just can't cope without multimedia! Although having students who are not used to listening to the radio in their own language can't help, most students find not having body language and other cues to help a particular difficulty in a foreign language. Setting the scene with some photos of the people speaking can help, especially tasks where they put the pictures in order as they listen, and using video instead makes a nice change and is a good way of making skills such as guessing vocab from context easier and more natural.

10. They have hearing problems

As well as people such as older students who have general difficulty in hearing and need to be sat close to the cassette, you might also have students who have problems hearing particular frequencies or who have particular problems with background noise. As well as playing around with the graphic equaliser and doing the other tips above for background noise, you could also try setting most listening tasks as homework and/ or letting one or more students read from the tapescript as they listen.

11. They can't tell the difference between the different voices

This was the problem that took me longest to twig, but voices that are clearly distinct to a native speaker can be completely confusing for a non-native speaker. I haven't quite worked out why those problems occur on some occasions and not on others, but the native speaker could be identifying a lisp, an accent or a difference in range of tone that escapes a student. You can avoid these problems by using texts with one woman and one man, or you can practice them with tasks where the students only have to count how many times the speaker changes.

10.23.2010

POEM

WHEN


When I stand on the seashore
When I look at the high sky
When I feel the blow wind
I feel my whole world

When I see the wave collides
When I hear the bird singing
When I see the beautiful nature
I know how much I love you

When the cold breeze acrosses my soul
When the bright moonlight sprays her shine
When the dawn pursues the night
I know who I am

10.19.2010

Asia EFL Journal International Conference

The Asian EFL Journal is published monthly and presents information, theories, research, methods and materials related to language acquisition and language learning. An academic Second Language Acquisition Research Journal. The Asian EFL Journal is one of the world's leading refereed and indexed journals for second language research.




Free Download Journals:

TESOL 2009


Teachers of English to Speakers of Other Languages, 2009

Keith Bunchanan (l) is presented the James E. Elatis Award for service to TESOL by President Shelley Wong (r)

(l-r) Khadar Bashir-Ali, Gabriel Diaz-Manggioli, Dorothy Forbin, and Melva Lowe de Goodin enjoy themselves at the President's reception

Incoming President Mark Algren(r) congratulates Outgoing President Shelley Wong (l) for her year of service to the association

The 2009 TESOL Presidents' Awards was presented to IDEAS at UCLA and California State Senator Gilbert Cedillo. Accepting on behalf of IDEAS were Ignacia Rodriguez and Marilyn Corrales 

Teaching Efl Pronunciation: Why, What and How?

Introduction
Pronunciation is an integrated and integral part of second/foreign language learning since it directly affects learners’ communicative competence as well as performance to a substantial extent. Notwithstanding, the teaching of EFL pronunciation has received varied treatment from having no room in the synthetic syllabus and the grammar-translation method to being the cardinal focus in the situational syllabus and the audio-lingual method in which emphasis is put on the traditional notions of pronunciation, minimal pairs, drills and mini-conversations. And with the advent of communicative language teaching in the late 1960s (Richards and Rodgers, 1986), the role of pronunciation in the EFL curriculum started facing questions: whether the focus of the programmes and the instructional methods were effective or not. Teaching pronunciation until then was ‘viewed as meaningless non-communicative drill-and-exercise gambits’ (Morley, 1991: 485-6). However, with a shift from specific linguistic competencies to broader communicative competencies as goals for both the teacher and the learner (Morley, 1991), the need for the integration of pronunciation with oral communication is clearly realized.

Until very recently, the teaching of English as a foreign language in many territories of the world including Bangladesh would give primary emphasis on the reading and writing skills and secondary and/or little emphasis on listening and speaking skills. But, particularly in Bangladesh, since the introduction of communicative language teaching a few years back to different levels of
education, especially primary, secondary and higher secondary levels where English is taught as a compulsory subject, the listening and speaking skills have started enjoying some sort of status alongside the reading and writing skills, although the former ones are neither seriously taught nor formally tested. That is, it is now evidently understood that the learner’s communicative competence as well as performance is dependent on his/her command of all the basic skills of the target language encompassing listening and speaking. Though pronunciation is overlooked in the syllabus, material and even classroom activities, it does have an inseparable link to communication through listening and speaking (Gilbert, 1984, Celce-Muria, 1987).

Both as a learner and a teacher-researcher of English as a foreign
language, I am aware of the syllabuses, materials and classroom activities at the primary, secondary and tertiary levels in Bangladesh and in many other EFL settings as well, which unfortunately scarcely have any room for pronunciation teaching. Therefore, based on my experience and a number of existing studies in varied EFL settings, this paper examines and addresses four major issues concerning teaching EFL pronunciation to learners at different levels.

Firstly, I have explored and uncovered the reasons for overlooking teaching pronunciation.

Secondly, I have endeavoured to justify the teaching of pronunciation together with the other skills of the target language.

Thirdly, I have tried to ascertain a level or variety and the aspects of EFL pronunciation that should be taught.

Finally, I have discussed some pronunciation teaching approaches and advocated a variety of techniques/ activities for teaching EFL pronunciation in the classroom.

Why is EFL pronunciation teaching ignored?

Teaching English pronunciation is still surprisingly and shockingly neglected and/or ignored in many EFL settings including Bangladesh, although the listening and speaking skills are now somewhat included in the syllabus and taught to equip the learner with adequate communicative competence. At the primary, secondary and tertiary level in Bangladesh, an English pronunciation course or English pronunciation as a component in the English
course is hardly given any considerable place at all. In China, an English phonetics course is simply left to chance or given no room (Cheng, 1998). As in Bangladesh, some teachers in Taiwan might argue that English pronunciation is not important at all, for very few tests would require students to show abilities related to pronunciation or speaking (Lin, Fan and Chen, 1995). Similarly, English pronunciation is arbitrarily overlooked in Thailand (Wei and Zhou, 2002). In Mexico, pronunciation is described as “the Cinderella of language teaching”; that means an often low level of emphasis is placed on this very important language skill (Dalton, 2002). It is then conspicuous that teaching EFL pronunciation has little room in the syllabus, material and classroom. But why?

Though very few studies are found to have been carried out to reveal the reasons for neglecting the teaching of EFL pronunciation, based on my experience as a learner as well as a teacher-researcher of English as a foreign language, I would endeavour to disclose the secrets of the peripheral position of EFL pronunciation.

Firstly, the absence or exclusion of EFL pronunciation from the curriculum/ syllabus is indicative of the fact that the curriculum/ syllabus designer has deliberately or ignorantly overlooked its significance. Hence, the curriculum/ syllabus designer’s qualifications, expertise and honesty could be seriously questioned.

Secondly, the locally produced materials and/or the imported overseas ones used to teach/ learn EFL do not usually embody pronunciation components and lessons. This indicates that the local materials developers are either unaware of the importance of pronunciation or not capable of designing pronunciation materials or just blindly confined to the syllabus devoid of pronunciation components. Besides, the overseas materials incorporating no pronunciation tips and lessons attract our teachers and others concerned because very many of them do not have any formal and adequate training in English phonetics and phonology as well as EFL pronunciation teaching.

Thirdly, as most teachers do not have useful strategies or techniques for teaching EFL pronunciation and as they do not know what strategies are appropriate when they meet a specific problem, they simply avoid pronunciation instruction in the classroom by employing shrewd tricks. Dalton (2002) rightly says:

We are comfortable teaching reading,
writing, listening and to a degree, general oral skills, but when it comes to pronunciation we often lack the basic knowledge of articulatory phonetics (not difficult to acquire) to offer our students anything more than rudimentary (and often unhelpful) advice such as, ‘it sounds like this: uuuh.

Finally, it is a fact that a substantial number of persons (of course more than fifty percent in Bangladesh) currently working as English curriculum/ syllabus designers, materials developers, educators, classroom teachers and test writers/ question setters in EFL settings have either literature background or insufficient training in ELT and hence tactfully avoid and/or consciously exclude EFL pronunciation items from the syllabus, lessons from the material and instruction from the classroom activities.



Why should EFL pronunciation be taught?

The usefulness of teaching second/foreign language pronunciation is a widely debated issue in the language teaching world. Purcell and Suter (1980:286) hold that pronunciation practice in the class has little effect on the learner’s pronunciation skills and, moreover ‘that the attainment of accurate pronunciation in a second language is a matter substantially beyond the control of educators’. Contrariwise, Pennington (1989) questions the validity of Purcell and Suter’s findings, and states that there is no firm basis for asserting categorically that pronunciation is not teachable or it is not worth spending time on teaching pronunciation. However, Stern (1992: 112) maintains ‘there is no convincing empirical evidence which could help us sort out the various positions on the merits of pronunciation training’.

Nonetheless, pronunciation is definitely the biggest thing that people notice when a person is speaking. Let us look at an anecdote:

Whenever I spoke to a person in America, they kept asking me “What? What?”. I would repeat my sentence again and again. Finally they would say “Ah-ha!” and then say my sentence, using exactly my words! It was very humiliating. I knew my words and grammar were good, but nobody would understand me, just because of my pronunciation (Antimoon.com).

Hence, Gilbert (1995: 1) believes that the skills of listening comprehension and pronunciation are interdependent, and contends ‘if they (learners) cannot hear well, they are cut off from language. If they (learners) cannot be understood easily, they are cut off from conversation with native speakers.” Likewise, Nooteboom (1983) suggests that speech production is affected by speech perception, and stresses the need of pronunciation in both listening and speaking. Wong (1987) points out that even when the non-native speakers’ vocabulary and grammar are excellent, if their pronunciation falls below a certain threshold level, they are unable to communicate efficiently and effectively. Tench (1981:1) rightly maintains-

Pronunciation is not an optional extra for the language learner, any more than grammar, vocabulary or any other aspect of language is. If a learner’s general aim is to talk intelligibly to others in another language, a reasonable pronunciation in important.

Varonis and Gass (1982) examine the factors affecting listening comprehension in native speakers of English exposed to L2 accents, and conclude that grammar and pronunciation interact to influence intelligibility.

Moreover, Wong (1993) argues that the importance of pronunciation is even more distinct when the connection between pronunciation and listening comprehension is taken into account. Wong (1993) also demonstrates that a lack of knowledge of pronunciation could even affect learners’ reading and spelling. According to Baker (1992), pronunciation is very important and learners should pay close attention to pronunciation as early as possible. Otherwise, the result will be that advanced learners find that they can improve all aspects of their proficiency in English except their pronunciation, and mistakes which have been repeated for years are impossible to eradicate. Scarcella and Oxford (1994) similarly postulate that pronunciation should be taught in all second (/foreign) language classes through a variety of activities. With the emphasis on meaningful communication and Morley’s (1991: 488) premise, that ‘intelligible pronunciation is an essential component of communication competence’, teachers should include pronunciation in their courses and expect their learners to do well in them.

Therefore, we should countenance what Morley (1991) puts forward: The question is not whether pronunciation should be taught, but instead what should be taught in a pronunciation class and how it should be taught.

What should be taught?

The question ‘What should be taught?’ encompasses two different points: (a) the level, variety or accent of EFL pronunciation and (b) the aspects, components or features of EFL pronunciation.

The level, variety or accent of EFL pronunciation

It has long been believed and accepted that ESL/EFL learners have to try to get as close as possible in their pronunciation to one of the dominant native-speaker accents, such as Received Pronunciation (RP), the USA equivalent. However, the time covering the last fifteen years or so with the trend of globalization has brought about such a significant change in the role of the English language throughout the world that it is unavoidable to reexamine and rethink this situation. English is currently the world’s most widely used and principal international language, as a result of which there are now more exchanges between non-native speakers of English than between non-native speakers and native speakers. It is, moreover, predictable that in the near future at least this situation is not going to change in favour of the minority of native speakers, and so suddenly the hegemony of their specific accents is under fire (Walker, 2001). Macaulay (1988) and Crystal (1995) also question the idea of a native-speaker accent as a model or norm for ESL/EFL learners.

What accent of English should the learner be exposed to then? Kenworthy (1987) puts forward the concept of “comfortableintelligibility’ as a suitable goal for the majority of learners. Morley (1991: 496) supports Kenworthy’s view and advocates that the goal of pronunciation should be changed from the attainment of ‘perfect’ pronunciation to the more realistic goals of developing functional intelligibility, communicability, increased self-confidence, the development of speech monitoring abilities and speech modification strategies for use beyond the classroom. The overall aim of these goals is for the learner to develop awareness and monitoring skills that will allow learning opportunities outside the classroom environment. Robertson (2003:4) quotes Morley (1991) in saying that ‘intelligible pronunciation is an essential component of communicative competence’.

Influenced by both the strands stated above, I am in favour of both a dominant native-speaker ascent, such as BBC English or standard American accent and an intelligible accent, but in a practical, convenient and useful manner. I, of course, advocate an intelligible accent; but to acquire that the learner has to be exposed to appropriate and adequate input being constituted of a standard or dominant accent, for instance, the Queen’s English, or a locally produced variety like Indian Accent, never an amalgamation of two or more dominant accents. However, the ultimate target of both the teaching and the learning of EFL pronunciation would be an intelligible accent.

The aspects, components or features of EFL pronunciation

EFL pronunciation teaching should cover both the segmentals and the suprasegmentals as well as the training of the speech organs, such as lips, teeth, alveolar ridge, palate, tongue, vocal folds, ears, etc.

The segmentals embody vowel and consonant sounds, preferably phonemes, as well as syllables. A phoneme is a set of similar sounds showing meaning differences or differentiating between words. And a syllable consists of a vowel as a compulsory element and one or more consonants at the onset and/or in the termination as optional elements, which is pronounced with a single contraction of the lungs. The English language has twenty vowel phonemes (twelve monophthongs and eight diphthongs) and twenty four consonant phonemes. While the vowels are articulated without any obstacle in the vocal tract, the consonants are produced with some blockage of the air passage. The treatment of the segmentals basically includes sound contrast in words, pronunciation of vowel and consonant phonemes. The phonemes which are not available in the learner’s mother tongue and problematic to him/her should receive special treatment in the teaching material and methodology and sufficient room in the learner’s practice.

The suprasegmentals are comprised of stress in words and connected speech, rhythm, pitch, loudness, length, quality, tone and intonation that play an essential and natural role in English speech production and perception. As the Bengali speaking learner’s mother tongue is syllable timed whereas English is stress timed, he/she inevitably finds mastering EFL pronunciation a very daunting task (Bell, 1996). Hence, the differences in suprasegmentals between the learner’s mother tongue and the target language are momentous topics that he/she should not only be aware of but should make a conscious effort to study and focus on (Thompson and Gaddes, 2005).

Moreover, the learner should be helped to retrain his/her speech organs which have so long been trained naturally and used to articulate the sounds in his/her L1. This tremendously helps him/her to comfortably and sufficiently use his/her articulators so as to produce the sounds of the target language in an intelligible manner.



How can EFL pronunciation be taught?

The question ‘How can EFL pronunciation be taught?’ comprises axiomatic, procedural and implemetational issues related to pronunciation teaching: teaching approaches and classroom techniques/activities.

Teaching approaches

In recent years, with the renewed professional support to enable learners to be effective and efficient speakers of English as an L2, there has been an incessant progress to bring pronunciation back on stage since, as a large number of prominent theorists and researchers uncover, it should be given preferential treatment. However, researchers and teachers are not yet completely convinced of which models, goals, approaches and methodology are more helpful for leaning and teaching pronunciation alike.

To have a look at the various approaches to pronunciation teaching, the ‘bottom-up approach’ begins with the articulation of individual sounds or phonemes and works up towards stress, rhythm, tone and intonation. On the other hand, the ‘top-down approach’ starts with patterns of intonation and brings separate sounds or phonemes into sharper focus as and when required. According to Dalton and Seidlhofer (1994), the former is based on the idea that if the segmentals are taught first, the suprasegmentals will subsequently be acquired without the need of formal instruction whereas the latter rests on the assumption that once the suprasegmentals features are in place, the necessary segmental discriminations will follow accordingly. The bottom-up approach and the top-down approach respectively correspond to the traditional approach and the research-based approach propounded by Scarcella and Oxford (1994). While the traditional approach is concerned with isolated sounds and native like pronunciation, the research-based approach deals with suprasegmental features and targets at communication.

However, based on existing studies, the top-down or research approach appears to be more effective in teaching L2 pronunciation. Jenkins (2002) maintains that starting holistically from voice quality and then moving to work on segmentals imply that the learner is pushed to adapt and use the target language articulatory settings with their articulators still geared towards the pronunciation of the sounds of his/her mother tongue. That is, teaching EFL pronunciation should commence from the suprasegmentals that are more indispensable and contribute more to intelligibility and accent than segmentals do.

Classroom techniques/activities

Due to pedagogical reasons, it might be helpful to think about the teachability-learnability scale as introduced by Dalton and Seidlhofer (1994) which suggests that there are certain aspects of the English pronunciation which appear to be easily taught; namely, phonemes, stress while others, such as intonation, are extremely dependent on individual circumstances and thus practically impossible to separate out for direct teaching. Therefore, it could then be sensible to think that instead of pushing learners to strive for perfect pronunciation, a focus on pedagogic attention to those items which are teachable and learnable and also essential in terms of intelligible pronunciation appears to be a more reasonable goal. Based on the exploration and critical analysis of the different approaches to teaching pronunciation and what seems to be teachable and learnable for EFL classroom settings, I will now propose ten techniques and activities that, according to influential pronunciation researchers (e.g. Morley, 1991, Scarcella and Oxford, 1994, Fraser, 1999, Thompson, Taylor and Gray, 2001) and my own experience, appear to be useful for learners and teachers alike:

a. Utilization of known sounds: In the early stage of learning, the learner, especially the young one can be helped to compare the sounds of the target language with those of his/her mother tongue. This eventually helps the learner produce the EFL sound pattern to a considerable extent.

b. Explanation: Explanation of how to produce sounds or use pronunciation patterns appropriately should be kept to a minimum through directions about what to do with the vocal organs can help some young and adult EFL learners in some circumstances.

c. Communication activities: The teacher can design communicative tasks, such as dialogues or mini-conversations for both young and adult EFL learners according to their linguistic level to practise particular sounds, especially those which are not available in their mother tongue, for example, / I ?: f v ? ? ð/in case of Bengali speaking learners. Besides, the learner can be taught some useful communication strategies, such as retrieval strategies, rehearsal strategies, cover strategies which will help him/her give the impression that his/her pronunciation is better than it really is (Oxford, 2000).

d. Written versions of oral presentations: At the more advanced levels, learners can be given strategies for analyzing the written versions of their oral presentations. This helps them detect, identify and correct errors or mistakes committed in their oral presentations.

e. Modelling and individual correction: In this technique, the teacher reports the results of analyses of learner speech sample individually. The young or adult learner gets feedback from the analyses and stop repeating previous errors or mistakes.

f. Incorporation of novel elements: The instructor can add novel pronunciation elements, such as sounds, stress placement, tones to the old ones with the use of directions. This helps both the young and the adult learner get his/her EFL pronunciation further improved.

g. Tutorial sessions and self-study: Tutorial sessions commence with a diagnostic analysis of each learner’s spoken English, and an individualized programme is designed for each learner. This technique can be used for both young and adult learners

h. Self-monitoring and self-correction: Self-monitoring is the conscious action of listening to one’s own speech in order to find out errors and mistakes. This action is followed by self-correction standing for the process of fixing one’s errors and mistakes after they have occurred by repeating the word or phrase correctly. By teaching our adult learners to self-monitor and self-correct, we enable them to make their learning of EFL pronunciation more personal, more meaningful and more effective.

i. Computer-assisted language learning: Computer-assisted language learning or CALL can be an important tool when attempting to help the learner become more autonomous by allowing him/her to hear his/her own errors and mistakes and see both segmental and suprasegmental graphic representations. CALL benefits the learner by letting him/her study at his/her own pace in a semi-private environment as well as allowing him/her to build profiles that enable the teacher to monitor the learner’s improvement in EFL pronunciation. In addition, the teacher can exploit visual displays of speech patterns to teach intonation, stress and phonemes to individuals and small groups of learners. This tool can be used for both young and adult learners, but in an adjusted manner.

j. Reading aloud: The learner can be given a piece of spoken text to read out loudly. Here the teacher’s job is to identify pronunciation the errors and mistakes made by the learner, and then give feedback that will help the learner improve his/her EFL pronunciation.

Finally, these classroom techniques/activities for teaching EFL pronunciation are in no way exhaustive, but substantially useful when they are used on the basis of feasibility and suitability in a particular environment having particular learners. Moreover, according to Morley (1991: 507), the teacher can perform the role of a ‘speech coach’ or ‘pronunciation coach’ who, rather than just correcting the learner’s errors and mistakes, supplies information, gives models, offers cues, suggestions and constructive feedback about the performance, sets high standards, provides a wide variety of practice opportunities, and overall supports and encourages the learner.

Conclusion

It is evident that our teachers, syllabus designers, materials developers and policy makers consciously or indifferently avoid pronunciation teaching/learning because of diverse limitations indicating the lack of qualifications and expertise of the persons concerned.

However, EFL pronunciation should be viewed in the same light as the other facets and skills of the English language, such as vocabulary, grammar, reading, writing, and so on, since it is a crucial part of communication, especially through listening and speaking. Therefore, pronunciation components have to be incorporated in the materials, classroom activities and testing tools; and the teachers have to be trained in EFL pronunciation as well as EFL pronunciation teaching.

The teaching of EFL pronunciation has to aim at intelligible pronunciation considered as an essential component of communicative competence (Morley, 1991). And to help the learner acquire intelligible pronunciation, he/she can be exposed to a model, such as BBC English, Standard American English, or a locally produced variety like Indian Accent through some suitable and effective techniques/activities presented above.

References

Anecdote. Antimoon.com. Retrieved May 21, 2007 from http://www.antimoon.com/how/pronuncwhy.htm

Bell, M. (1996). Teaching pronunciation and intonation to EFL learners in Korea. Retrieved on 14 October, 2004, from http://www.geocities.com/Athens/Acropolis/9583/PRONUN.html

Celce-Muria, M. (1987). Teaching pronunciation as communication. In J. Morley (Ed.), Current Perspectives on Pronunciation (pp.5-12). Washington, D. C.: TESOL.

Cheng, F. (1998). The Teaching of Pronunciation to Chinese Students of English. English Teaching Forum, Jan-Mar, 1998, 37-39.

Crystal, D. (1995). The Cambridge Encyclopedia of the English Language. Cambridge: Cambridge University press.

Dalton, D. (2002). Some techniques for teaching pronunciation. Retrieved May 1, 2002, from http://iteslj.org/Techniques/Dalton_Pronunciation.html

Dalton, C. & Seidlhofer, B. (1994). Pronunciation. Oxford: Oxford University Press.

Fraser, H. (1999). ESL pronunciation teaching: could it be more effective? Australian Language Matters, 7 (4). Retrieved on 9 November, 2004, from http://www-personal,une.edu.au/~hfraser/docs/HFLanguageMatters.pdf

Gilbert, J. (1984). Clear Speech: Pronunciation and Listening Comprehension in American English. Teacher’s manual and answer key. Cambridge: Cambridge University Press.

Gilbert, J. (1995). Pronunciation practices as an aid to listening comprehension. In D. J. Mendelson and J. Rubin (Eds.), A Guide for the Teaching of Second Language Learning (pp. 97-111). San Diego: Dominic Press.

Jenkins, J. (2002). The Phonology of English as an International Language. Oxford: Oxford University Press.

Kenworthy, J. (1987). Teaching English pronunciation. England: Longman.

Lin, H., Fan, C. & Chen, C. (1995). Teaching Pronunciation in the Learner-Centered Classroom. (ERIC Document Reproduction Service No. ED393292)

Macaulay, R. (1988). RR RIP. Applied Linguistics,9(2).

Morley, J. (1991). The pronunciation component in teaching English to speakers of other languages. TESOL Quarterly, 25 (3), 481-520.

Nooteboom, S. (1983). Is speech production controlled by speech perception? In van den Broecke et al. (Eds.), Sound Structure (pp. 153-194). Dordrecht: Foris.

Oxford, R. L. (2000). Communication strategies. In M. Byram (ed.), The Routledge Encyclopedia of Language Teaching and Learning.

Pennington, M. (1989). Teaching pronunciation from the top down. RELC Journal, 20 (1), 21-38.

Purcell, E. & Suter, R. (1980). Predictors of pronunciation accuracy: a reexamination. Language Learning, 30 (2), 271-87.

Richards, J. & Rodgers, T. (1986). Approaches and Methods in language Teaching. New York: Cambridge University Press.

Robertson, P. (2003). Teaching English pronunciation skills to the Asian learner: a cultural complexity or subsumed piece of cake? Asian EFL Journal, June. Retrieved on 18 August, 2007, from http://www.asian-efl-journal.com/june2003subpr.php

Scarcella, R. & Oxford, R. L. (1994). Second language pronunciation: state of the art in instruction. System, 22(2), 221-230.

Stern, H. H. (1992). Issues and Options in Language Teaching. Oxford: Oxford University press.

Tench, P. (1981). Pronunciation Skills. London and Basingstoke: Macmillan.

Thompson, T. & Gaddes, M. (2005). The importance of teaching pronunciation to adult learners. Asian EFL Journal, February. Retrieved on 9 August, 2007, from http://www.asian-efl-journal.com/june2003subpr.php

Thompson, S., Taylor, K. & Gray, G. (2001). Pronunciation with an eye on multiple intelligences. WATESOL Convention Fall 2001. Retrieved on 15 December, 2004, from http://www.soundsofenenglish.org/Presentations/WATESOL2001/multipleintelligencesactivities.htm

Varonis, E. & Gass, S. (1982). The comprehensibility of nonnative speech. Studies in Second Language Acquisition, 4, 114-136.

Wei, Y, & Zhou, Y. (2002). Insights into English Pronunciation Problems of Thai students. (ERIC Document Reproduction Service No. ED476746)

Wong, R. (1987). Teaching Pronunciation: Focus on English Rhythm and Intonation. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Regents.

Wong, R. (1993). Pronunciation myths and facts. English Teaching Forum, Oct.1993, 45-46.

Walker, R. (2001). Pronunciation for international intelligibility. English Teaching Professional, 21, 19-26.